Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau
lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara
adalah untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara melontarkan
pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai. Wawancara sendiri
dilakukan bukan hanya bertanya apa saja ingin diketahui atau istilah yang popular jaman sekarang
adalah “kepo”, melainkan bertanya dengan struktur pertanyaan dan menggunakan teknik. Berikut ini merupakan
hasil diskusi dalam kelas yang cukup menarik untuk dibahas mengenai keterampilan seni
wawancara.
1.
Kemampuan membina rapport. Skill ini
merupakan hal pertama yang harus dimiliki oleh pewawancara. Dengan rapport baik, maka informasi yang akan
didapatkan akan lebih kaya. Salah satu tanda ketika Klien / interviewee terbuka pada masalahnya adalah contoh anda berhasil
membangun rapport baik. Salah satu cara bina rapport ini dapat
dimulai dengan membicarakan hal yang
disukai dari klien / interviewee.
2.
Empati . merupakan skill yang harus dimiliki selanjutnya. Empati dapat diartikan
mengerti untuk merasakan apa yang orang lain sedang rasakan. Jika seorang
pewawancara dapat melakukan empati terhadap yang diwawancara, maka akan
terciptanya jalinan komunikasi yang hangat dan bersahabat.
3.
Attending Behavior. Kunci pada Skill ini adalah dengan “talk less, more listen” sedikit bicara
banyak mendengar. mengurangi
kuantitas berbicara pada interviewer dan
memberikan waktu kepada klien untuk menceritakan tentang dirinya.
4.
Teknik bertanya. Mulai dengan “apa yang bisa
saya bantu?” kalimat pertanyaan ini cukup baik untuk membuka sesi, hal ini menandakan
bahwa psikolog adalah professional dengan pelayanan baik. Selanjutnya untuk megetahui perkembangan dari
permasalahan klien gunakan “dapatkah anda meneritakan ini lebih lanjut ?”.
samakan persepsi dari istilah-istilah yang keluar dari pernyataan klien, contoh
“apa yang anda maksud dengan kamu merasa bersalah?”
5.
Keterampilan observasi. 3 hal yang dapat
diobservasi dalam sesi wawancara adalah
a.
Perilaku verbal: memperhatikan kata-kata yang
ditekankan oleh klien.
b.
Perilaku non-verbal: mencakup obervasi ekspresi
wajah, bahasa tubuh, dan juga menghindari stereotype.
c.
Konflik, diskrapensi, dan inkongruensi: Inkongruensi
bisa mengindikasikan bahwa klien merasa tidak nyaman untuk mendiskusikan
masalah tertentu atau bahwa klien tidak sepenuhnya bersikap jujur.
6.
Active Listening: terdapat 3 teknik dalam active
listening, antara lain:
a.
Encouraging,
yakni menggunakan kata-kata dukungan seperti “hmm..; oh ya.., lalu..; ..oke..”.
parrotin, yakni mengulangi kata-kata terakhir
yang klien ucapkan, namun hindari berlebih dalam menggunakan teknik ini.
b. Paraprashing, yakni mengklarifikasi
pernyataan klien
Reflection of feeling adalah
mengiidentifikasi emosi klien. Sedih, marah, senang, dsb.
c.
Summarizing, adalah menyimpulkan hal-hal yang
dibicarakan saat melakukan wawancara, hal ini bagian penting agar klien dapat
mengetahui / merecall hal apa saja
yang klien ungkapkan dalam sesi wawancara.
Itulah 6 kemampuan yang harus dimiliki
oleh seorang interviewer, untuk menjadi professional haruslah dengan berlatih
mencoba teknik tersebut. Naik tingkat demi tingkat tak terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar