Jumat, 25 Desember 2020

Pengalaman Swab dan Resmi dinyatakan positif Covid-19

Halo. Jumpa lagi, apakah ini bagian ketiga? Tentu bukan.

Pada tulisan kali ini, saya sedikit ingin berbagi pengalaman Rapid test dan Swab PCR test. Bagaimana kabar saya, kamu, dan kita pada hari ini? Saya pastikan kita semua dalam keadaan baik tanpa kurang nikmat sedikitpun. Kok bisa? Tentu, saat jemarimu mampu memgang gadget, entah itu handphone atau mouse pada laptop untuk mengklik masuk ke dalam blog ini dan mulai membaca sampai pada bagian ini, saat itulah miliaran nikmat di dalam tubuhmu bekerja. Mulai dari jantung yang berdetak untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh, sistem saraf tangan dan jari tangan yang bekerja dengan sempurna, mata yang mampu menangkap cahaya secara proporsional dan sangat baik hingga kamu dapat membaca dengan nyaman, kadar oksigen yang cukup dan masih mengalir sampai ke otak, dan seterusnya, hingga akhirnya kamu sadari dan harus mengakui nikmat itu tak terhitung lagi, musti di syukuri, Alhamdulillah.

Rapid test Reaktif!

Jadwal Rapid test di kantor tiba. Kondisi tubuh saya pada hari ini normal, suhu badan normal, bernafas normal, indra penciuman dan perasa berfungsi dengan baik. Sekitar pukul 9.40 pagi sample darah di ambil. Fyi, untuk teknik Rapid test hari ini dengan metode serology. Darah diambil melalui pembuluh vena di tangan, persis seperti melakukan donor darah pada umumnya. Pengambilan darah berjalan dengan lancar tanpa ada kesulitan sedikitpun.

“kemungkinan hasilnya akan diinformasikan pada sore hari”. – ujar petugas Rapid.



Pukul 17.30 Saya berada diatas motor sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Tak lama handphone saya berdering dari salah seorang rekan di bagian HRD. “Dha, hasil rapid loe reaktif, besok dijadwalin swab ya untuk mastiin” ujarnya. Mendengar kabar tersebut apakah saya merasa kaget? Tidak, biasa saja, seraya mengucapkan syukur Alhamdulillah, akhirnya mendapatkan nikmat merasakan sakit. Bukan, bukan jumawa atau bagaimana. Pasalnya, kondisi tubuh pada hari ini normal dan tidak ada gejala yang muncul. Namun, sebagai bentuk partisipasi aktif memerangi “senjata yang tidak terlihat” ini pada akhirnya saya siap untuk mengikuti prosedur.

Swab PCR Test Positif!

Jumát pagi pukul 8.40. Saya sampai di salah satu RS swasta untuk melakukan Swab PCR. Seperti biasa, melakukan administrasi pendaftaran dengan mengisi form pendaftaran dan melampirkan dokumen yang dibutuhkan. Berkas sudah di terima petugas administrasi. Saat menunggu, setiap menit bergulir keadaan RS semakin penuh. Semakin banyak orang berdatangan untuk mendaftar test. Fyi, ada beberapa produk test yang disediakan RS swasta ini. Diantaranya Rapid test, Swab Antigen, dan Swab PCR dengan harga yang bervariasi.

Setelah menunggu hampir kurang lebih 2,5 jam akhirnya saya di Swab PCR. Hanya terlihat satu orang petugas pengambil sample pada hari ini. Namun ternyata, petugas tersebut terlihat menguasai alat test dan cukup cepat dalam mengeksekusi seorang pasien, kurang dari 5 menit. Gile lu ndroo?! Iye gile. Katakanlah 5 menit/pasien, saya menunggu kurang lebih 150 menit, 150/5 = 30, artinya saya orang di urutan tiga puluh ke atas. Ckckck, petugas kesehatan bekerja dengan keras. Mari kita doákan semoga selalu diberikan kesehatan untuk para petugas di bidang kesehatan ini. Aamiin.

Sabtu pagi handphone saya berdering kembali. Info resmi dinyatakan Positif Covid di sampaikan oleh atasan bagian HRD. Kaget? Biasa aja. Tubuh saya pada hari ini normal, suhu badan normal, indra penciuman dan perasa baik. Namun, mendengar penyampaian dari atasan -yang menurut penilaian saya- begitu dramatis, membuat benak saya sedikit “terprovokasi” waduh gimana nih? Saya harus apa?. Akan tetapi, dengan cepat saya kembali untuk “sadar”, meyakinkan, dan memastikan bahwa diri saya hari ini dalam kondisi baik.



Pada hari ini lalu lintas notifikasi pesan singkat lebih padat. Ucapan dukungan dan doá datang dari semua orang baik di kontak handphone Saya. Sampai kembali merasakan waduh gimana nih? Saya harus apa? untuk kedua kalinya. Hampir-hampir saya “mengiyakan” bahwa kondisi saya memang beneran sakit. Tidak, tidak bisa. Jika saya menyetujui saya sakit, tapi kondisi saya saat ini baik, itu berarti saya tidak jujur pada diri sendiri. Sampai pada akhirnya saya membalas ucapan dan doá semua orang baik tersebut dengan meyakinkan bahwa saya baik-baik saja.

“Saran saya, jika kamu melakukan test, kamu harus siap dengan apapun hasilnya. Tetap ‘sadari’ kondisimu yang sebenarnya pada saat itu. Jangan sampai setelah terima hasil test, ‘kesadaran’ dirimu hilang seketika dan panik tidak tahu harus lakukan apa. I swear! Don’t try this at home! bukan gimana-gimana, kamu harus tetap pada kesadaran kondisimu secara real time untuk tetap bertindak sesuai nalar dan logika yang benar”.

Matahari pada hari Sabtu sudah mulai tenggelam. Pada hari ini saya begitu mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh-NYA, Alhamdulillah, terima kasih yaa Rabb. Mulai kondisi tubuh yang baik, keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang support kondisi kesehatan, dan juga para petugas kesehatan yang tetap setia berjuang pada masa pandemi mulai Maret hingga hari ini, Terima kasih.

Bagian ketiga akan saya ceritakan hari-hari setelah dinyatakan positif Covid-19. Sampai tulisan ini terbit dan dibaca, belum akan ada tulisan yang terbit kembali dalam waktu dekat. Saya akan mengumpulkan data dan menuliskan terlebih dahulu bagaimana dan rasanya “senjata yang tidak terlihat ini”. Pasalnya, saat resmi dinyatakan positif Covid-19 tubuh saya masih dalam keadaan baik.  

Pada bagian tersebut akan membahas hal-hal seputar apa saja yang saya lakukan untuk tetap sehat, apa saja yang saya konsumsi sampai dinyatakan sembuh, aamiin insyaallah. Apakah di hari ke depan akan ada gejala yang muncul? tidak ada yang tahu. Semoga saja tidak ada, Insyaallah. Jika tulisan bagian ketiga terbit itu artinya nikmat sembuh dan kesempatan bagi saya beramal kembali di dunia. Namun jika tidak..

Saya ingin mengingatkan untuk diri saya pribadi khususnya dan umumnya bagi seluruh pembaca blog ini.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan di dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. (Qs. Ali Imran: 185)

Cukuplah kematian sebagai nasihat. Sebagai motivasi beramal di dunia ini sebanyak-banyaknya sampai akhirnya pulang nanti. Dan ingatlah bahwa sesungguhnya kematian tidak menunggu sakit, ia tidak menunggu tua, dan ia tidak akan maju ataupun mundur sedetikpun. Berapa banyak kisah seorang yang sakit meleset dari vonis waktu dokter, berapa banyak orang yang sakit tanpa vonis lalu pergi mendahului kita, berapa banyak seoarang pemuda yang sehat dan bugar mendahului tiba-tiba, dan seterusnya.

Karena itu bertakwalah kepada Allah subhanahu wataala. Semoga Allah selalu menjagamu dalam kebaikan dan kesehatan. Menguatkan sabarmu dalam ujian dan merendahkan hatimu untuk bersyukur dalam kelapangan, jaga iman dan imun tetap prima.

      Perjalanan Manusia Menuju Akhirat. Dok: Bimbingan_Islam/Instagram



Salam,

Tangerang, 25 Desember 2020

Yudha 

1 komentar: