Halo. Jumpa lagi, apakah ini bagian
ketiga? Tentu bukan.
Pada tulisan kali
ini, saya sedikit ingin berbagi pengalaman Rapid test dan Swab PCR test. Bagaimana
kabar saya, kamu, dan kita pada hari ini? Saya pastikan kita semua dalam
keadaan baik tanpa kurang nikmat sedikitpun. Kok bisa? Tentu, saat
jemarimu mampu memgang gadget, entah itu handphone atau mouse pada
laptop untuk mengklik masuk ke dalam blog ini dan mulai membaca sampai pada bagian ini, saat itulah miliaran nikmat di dalam
tubuhmu bekerja. Mulai dari jantung yang berdetak untuk mengedarkan darah ke
seluruh tubuh, sistem saraf tangan dan jari tangan yang bekerja dengan
sempurna, mata yang mampu menangkap cahaya secara proporsional dan sangat baik
hingga kamu dapat membaca dengan nyaman, kadar oksigen yang cukup dan masih
mengalir sampai ke otak, dan seterusnya, hingga akhirnya kamu sadari dan harus
mengakui nikmat itu tak terhitung lagi, musti di syukuri, Alhamdulillah.
Rapid test
Reaktif!
Jadwal Rapid test di
kantor tiba. Kondisi tubuh saya pada hari ini normal, suhu badan normal,
bernafas normal, indra penciuman dan perasa berfungsi dengan baik. Sekitar pukul 9.40 pagi sample darah di ambil. Fyi, untuk teknik Rapid test
hari ini dengan metode serology. Darah diambil melalui pembuluh vena di
tangan, persis seperti melakukan donor darah pada umumnya. Pengambilan
darah berjalan dengan lancar tanpa ada kesulitan sedikitpun.
“kemungkinan
hasilnya akan diinformasikan pada sore hari”. – ujar petugas Rapid.
Pukul 17.30 Saya
berada diatas motor sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Tak lama handphone
saya berdering dari salah seorang rekan di bagian HRD. “Dha, hasil rapid
loe reaktif, besok dijadwalin swab ya untuk mastiin” ujarnya. Mendengar
kabar tersebut apakah saya merasa kaget? Tidak, biasa saja, seraya mengucapkan
syukur Alhamdulillah, akhirnya mendapatkan nikmat merasakan sakit. Bukan,
bukan jumawa atau bagaimana. Pasalnya, kondisi tubuh pada hari ini normal
dan tidak ada gejala yang muncul. Namun, sebagai bentuk partisipasi aktif
memerangi “senjata yang tidak terlihat” ini pada akhirnya saya siap
untuk mengikuti prosedur.
Swab PCR Test
Positif!
Jumát pagi pukul 8.40.
Saya sampai di salah satu RS swasta untuk melakukan Swab PCR. Seperti biasa, melakukan administrasi pendaftaran dengan mengisi form pendaftaran dan
melampirkan dokumen yang dibutuhkan. Berkas sudah di terima petugas
administrasi. Saat menunggu, setiap menit bergulir keadaan RS semakin penuh.
Semakin banyak orang berdatangan untuk mendaftar test. Fyi, ada beberapa
produk test yang disediakan RS swasta ini. Diantaranya Rapid test, Swab Antigen,
dan Swab PCR dengan harga yang bervariasi.
Setelah menunggu
hampir kurang lebih 2,5 jam akhirnya saya di Swab PCR. Hanya terlihat
satu orang petugas pengambil sample pada hari ini. Namun ternyata,
petugas tersebut terlihat menguasai alat test dan cukup cepat dalam mengeksekusi
seorang pasien, kurang dari 5 menit. Gile lu ndroo?! Iye gile.
Katakanlah 5 menit/pasien, saya menunggu kurang lebih 150 menit, 150/5 = 30,
artinya saya orang di urutan tiga puluh ke atas. Ckckck, petugas
kesehatan bekerja dengan keras. Mari kita doákan semoga selalu diberikan
kesehatan untuk para petugas di bidang kesehatan ini. Aamiin.
Sabtu pagi handphone
saya berdering kembali. Info resmi dinyatakan Positif Covid di
sampaikan oleh atasan bagian HRD. Kaget? Biasa aja. Tubuh saya pada hari
ini normal, suhu badan normal, indra penciuman dan perasa baik. Namun, mendengar
penyampaian dari atasan -yang menurut penilaian saya- begitu dramatis,
membuat benak saya sedikit “terprovokasi” waduh gimana nih? Saya harus apa?.
Akan tetapi, dengan cepat saya kembali untuk “sadar”, meyakinkan, dan
memastikan bahwa diri saya hari ini dalam kondisi baik.
Pada hari ini lalu
lintas notifikasi pesan singkat lebih padat. Ucapan dukungan dan doá datang
dari semua orang baik di kontak handphone Saya. Sampai kembali merasakan
waduh gimana nih? Saya harus apa? untuk kedua kalinya. Hampir-hampir
saya “mengiyakan” bahwa kondisi saya memang beneran sakit. Tidak, tidak
bisa. Jika saya menyetujui saya sakit, tapi kondisi saya saat ini baik, itu
berarti saya tidak jujur pada diri sendiri. Sampai pada akhirnya saya membalas
ucapan dan doá semua orang baik tersebut dengan meyakinkan bahwa saya baik-baik
saja.
“Saran saya, jika
kamu melakukan test, kamu harus siap dengan apapun hasilnya. Tetap ‘sadari’
kondisimu yang sebenarnya pada saat itu. Jangan sampai setelah terima hasil
test, ‘kesadaran’ dirimu hilang seketika dan panik tidak tahu harus lakukan apa.
I swear! Don’t try this at home! bukan gimana-gimana, kamu harus tetap pada kesadaran kondisimu secara real time untuk tetap bertindak sesuai nalar dan logika yang benar”.
Matahari pada hari
Sabtu sudah mulai tenggelam. Pada hari ini saya begitu mensyukuri nikmat yang
telah diberikan oleh-NYA, Alhamdulillah, terima kasih yaa Rabb. Mulai
kondisi tubuh yang baik, keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang support
kondisi kesehatan, dan juga para petugas kesehatan yang tetap setia berjuang
pada masa pandemi mulai Maret hingga hari ini, Terima kasih.
Bagian
ketiga akan saya ceritakan hari-hari setelah dinyatakan positif Covid-19.
Sampai tulisan ini terbit dan dibaca, belum akan ada tulisan yang terbit
kembali dalam waktu dekat. Saya akan mengumpulkan data dan menuliskan terlebih
dahulu bagaimana dan rasanya “senjata yang tidak terlihat ini”. Pasalnya,
saat resmi dinyatakan positif Covid-19 tubuh saya masih dalam keadaan baik.
Pada bagian tersebut akan membahas hal-hal seputar apa saja yang saya lakukan untuk tetap sehat, apa
saja yang saya konsumsi sampai dinyatakan sembuh, aamiin insyaallah. Apakah
di hari ke depan akan ada gejala yang muncul? tidak ada yang tahu. Semoga saja
tidak ada, Insyaallah. Jika tulisan bagian ketiga terbit itu artinya
nikmat sembuh dan kesempatan bagi saya beramal kembali di dunia. Namun jika
tidak..
Saya ingin
mengingatkan untuk diri saya pribadi khususnya dan umumnya bagi seluruh pembaca
blog ini.
“Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan di dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. (Qs. Ali Imran: 185)
Cukuplah kematian
sebagai nasihat. Sebagai motivasi beramal di dunia ini sebanyak-banyaknya
sampai akhirnya pulang nanti. Dan ingatlah bahwa sesungguhnya kematian tidak
menunggu sakit, ia tidak menunggu tua, dan ia tidak akan maju ataupun mundur
sedetikpun. Berapa banyak kisah seorang yang sakit meleset dari vonis waktu dokter,
berapa banyak orang yang sakit tanpa vonis lalu pergi mendahului kita, berapa
banyak seoarang pemuda yang sehat dan bugar mendahului tiba-tiba, dan seterusnya.
Karena itu bertakwalah
kepada Allah subhanahu wataala. Semoga Allah selalu menjagamu dalam kebaikan dan
kesehatan. Menguatkan sabarmu dalam ujian dan merendahkan hatimu untuk
bersyukur dalam kelapangan, jaga iman dan imun tetap prima.
![]() |
Perjalanan Manusia Menuju Akhirat. Dok: Bimbingan_Islam/Instagram |
Salam,
Tangerang, 25 Desember 2020
Yudha
Cek dm IG ya mas
BalasHapus